Sabtu, 02 Mei 2009

Hanya Pendapat

*Versi Buku Berpengaruh Agus Mustofa
Judul Vs Isi, Selaraskah?
By: Mawaddah Idris

“Hambar, jika harus melewati hidup tanpa menyantap nikmatnya hidangan tulisan yang telah disuguhkan dalam sebuah buku”, itulah kalimat yang teramat sering dilontarkan oleh seorang akademisi. Keinginan tuk meresapi pengetahuan yang tersurat dalam sebuah buku merupakan hal yang wajar, untuk mengkaji lebih dalam apa yang masih tumbuh dalam benak keraguan. Konon lagi, jika yang dipaparkan adalah hal yang ada di sekitar kita dan belum terpecahkan.
Berangkat dari sebuah pernyataan “don’t judge the book by its cover!” kalau dianalogikan dengan istilah mafhum mukhalafah, ini berarti nilailah sebuah buku dari isi yang dipaparkan di dalamnya. Memang, istilah ini biasanya digunakan untuk menegaskan bahwa jangan menilai sesuatu dari luarnya saja, selami hingga dalam dan akhirnya ditemukan esensinya. Namun dalam coretan sederhana ini, pernyataan itu digunakan dalam makna lughowi.
Kali ini, Buku-buku Agus Mustofa masih menjadi perbincangan yang hangat untuk diangkat, baik itu di kalangan umum, maupun civitas akademika. Kontroversialnya judul yang beliau angkat, memancing terjadinya polemik dalam penulisan, dan menimbulkan ketidakselarasan pendapat diantara para pembaca. Walaupun tak sedikit yang mendukung dan mengakui ketajaman analisis beliau, namun tak jarang pula beliau dicap telah melahirkan hal-hal baru yang belum ada buktinya.
Sebelum beranjak menelusuri polemik apa yang selama ini telah terjadi, perlu diketahui bahwa Agus Mustofa telah menerbitkan begitu banyak buku dengan gaya bahasa yang khas dan lebih imajinatif, bukunya itu terjual dengan yang terendah 300 eksemplar sampai yang terbanyak 55.000 eksemplar lebih. Angka pasar yang cukup tinggi.
Diantara buku beliau adalah Membongkar Tiga Rahasia, Beragama Dengan Akal Sehat, Memahami Al Qur'an Dengan Metode Puzzle, Metamorfosis SANG NABI, Melawan Kematian, Bersyahadat Di Dalam Rahim, Adam Tak Diusir Dari Surga, Ternyata Adam Dilahirkan, Poligami Yuuk!,Tak Ada Azab Kubur?, Menuai Bencana, Membonsai Islam, Dzikir Tauhid (+VCD Aura), Tahajud Siang Hari Dhuhur Malam Hari, Mengubah Takdir, Bersatu Dengan Allah, Menyelam Ke Samudera Jiwa & Ruh, Untuk Apa Berpuasa, Terpesona Di Sidratul Muntaha, Ternyata Akhirat Tidak Kekal dan Pusaran Energi Ka'bah.
“Ternyata Akhirat Tidak Kekal” adalah judul buku ke-2 beliau. Salah satu dari sekian banyak buku yang mengundang kontroversi. Kata “Ternyata” yang digunakannya, seolah menggambarkan bahwa beliau telah menyaksikan langsung atau setidaknya telah melakukan sebuah penelitian yang konkret tentang akhirat, sehingga memperoleh kesimpulan yang Valid dari pembahasan dalam buku itu. Selain itu, tidak ada tanda-tanda bahwa ini hanyalah sebuah hipotesa sementara. Namun, malah final.
Sejauh ini, banyak pendapat yang terlontar tentang Agus Mustofa, ada yang menyoroti sosoknya, dan ada pula yang mengomentari bukunya. Komentar itu tak jarang disampaikan oleh orang-orang ternama dan tak kalah sedikit hal ini dikritisi oleh masyarakat umum. Baik itu positif, maupun negatif.
Arif Afandi, selaku Pemimpin Redaksi Jawa Pos, memaparkan komentar positifnya, bahwa “Agus Mustofa tergolong sedikit orang yang konsisten mencari keselarasan dalil naqli (ketentuan yang datang dari Allah) dan dalil aqli (rasionalitas) dalam islam. Ia cukup berani memasuki wilayah ini. Buku ini merupakan salah satu wujud dari konsistensi tersebut”.
Didukung lagi oleh pernyataan “Banyak hal yang menarik yang penulis kemukakan dalam buku ini, mulai dari konsep ghaib yang relatif, penciptaan manusia pertama, tentang surga berada, hingga kesimpulannya yang kontroversial mengenai tidak kekalnya akhirat.” Oleh Gus Mus, seorang Budayawan di Rembang.
Tudingan negatif juga tak jarang menghiasi perjalanan buku ini, komentar yang bersifat maya, oleh para komunitas blogger sungguh menarik perhatian untuk didiskusikan, diantaranya Baskoro Adi Prayitno, “saya pribadi menganggap bahwa agama itu ‘malah’ tidak harus ilmiah, agama itu harus melampaui kebenaran ilmiah, kalau agama yang benar adalah agama yang ilmiah apa bedanya dengan sains?. Anggapan saya ini, mungkin menjadi agak bertolak belakang dengan tulisan-tulisan cak Agus Mustofa dan petuah Bapak Khotib Jumat saya tadi (tapi bukan berarti saya tidak lagi membaca buku beliau, saya tetap suka membaca buku-buku beliau), untuk mengklaim bahwa anggapan saya yang paling benar saya tidak berani, karena dasar yang saya gunakan adalah pengkajian secara filsafati (filosofis)”.
Selain itu, mengutip kalimat Prof Jujun dan Prof. Tafsir ”metode sains (ilmu) tidak dirancang untuk mencari kebenaran di luar rasional dan empirik”. Jadi kesimpulannya kita harus hati-hati ketika mencoba mengilmiahkan ayat-ayat suci. Ayat-ayat suci itu tetap benar tanpa harus diilmiahkan sekalipun.
Kembali pada nash, Biasanya untuk menegaskan kekekalan akhirat dalam konteks surga dan neraka, Allah mengiringinya dengan kata abadi. Namun, di dalam ayat ini Allah mengganti kata abadi dengan kata selama ada langit dan bumi. Kalimat “selama ada langit dan bumi” sama artinya dengan “abadi selama-lamanya” . Mengapa dalam ayat ini kata abadi yang biasa dipakai mengiringi kata kekal diganti dengan “selama ada langit dan bumi”. Hal ini untuk menerangkan bahwa keabadian yang merupakan konsep waktu tergantung dari keberadaan langit dan bumi (alam semesta).
Ditambahkan lagi, keterangan ini sejalan dengan kesimpulan yang diajukan oleh para ilmuan seperti Prof. Stephen Hawking dalam bukunya yang terkenal The Brief of Story. Stephen Hawking yang memperoleh hadiah nobel karena penemuannya itu mengatakan, “sebelum terjadinya alam semesta tidak ada konsep ruang dan waktu. Waktu tercipta setelah terciptanya alam semesta (langit dan bumi). Jika alam semesta lenyap tidak ada lagi yang namanya konsep ruang dan waktu”. 1400 tahun sebelumnya Al-Qur’an telah mengatakan bahwa kekekalan yang merupakan konsep waktu tergantung dari keberadaan langit dan bumi (alam semesta).
Pada http://en.wordpress.com/tag/tdk-spesifik-manhaj/ juga disebutkan bahwa “Sdr. Agus masih kurang memahami konsep kekekalan Allah dan akhirat. Dia masih membenturkan konsep kekekalan Akhirat dengan dengan kekekalan Allah sebagai dua konsep yang bertentangan. Padahal sebenarnya konsep kekekalan tidak bisa dilihat selinear itu. Kekekalan Akhirat adalah bergantung pada Allah. Sehingga sangatlah tidak pas kalau Sdr. Agus menabrakkan kekekalan Akhirat dengan kekekalan Allah sehingga seolah-olah jika Allah Kekal maka Akhirat harus tidak kekal, dan jika ada orang yang menganggap Akhirat kekal berarti orang itu menyekutukan sifat yang merupakan kekhususan Allah”.
Inilah Polemik judul Vs Isi sebagai problematika yang acap kali terjadi dalam dunia jurnalistik, judul yang terkesan unik dan menarik di sebagian orang, bisa saja dikatakan hiperbola di kalangan yang lain, jika isi yang disampaikan kurang relevan dengan judulnya, Karena setiap orang memiliki pembendaharaan kata dan penghayatan bahasa yang berbeda.
Tak bisa dipungkiri, kesatuan bahasa yang dipakai akan sangat mempengaruhi pasar dan menjadi daya tarik tersendiri, sehingga layak jual dan publikasi. Namun, jangan pernah lepaskan, bahwa apapun yang ada di dunia ini, selalu diciptakan berpasangan, ada yang menyukai atau malah menjadikannya idola dan tentulah pula, ada yang menolak dan enggan menolehnya.
Keselarasan isi dengan judul menjadi tolok ukur kesuksesan penulis dalam menjabarkan apa yang sedang dipikirkannya. Jika isi yang dikemukakan itu berindikasi agama, arahkan ke sisi agama yang benar dan jika itu sains, kemukakan dengan teori sains yang paling valid saat itu.
Kita semua bisa berbeda dan bebas berpendapat, karena dari pendapat-pendapat itulah akan muncul pendapat-pendapat baru yang akan mengomentari secara positif ataupun negatif pendapat-pendapat sebelumnya.

2 komentar:

  1. salam...
    makasi juga PeaCe!!!
    semoga ja..
    ok! tentu...

    BalasHapus
  2. Assalamu 'alaikum...
    q berkunjung ne....
    tulisannya bagus, q g bisa comment apa2 cuma kata "bagus".
    Salam...

    BalasHapus