Berawal dari sebuah sapaan. (waddah_mahabbah@yahoo.co.id)
"Ga usah" jawaban bersahabat dari seorang kernet bis
Kemaren, ketika dia asyik berceloteh dengan teman-teman sewaktu jamistirahat, seorang ibu yang biasa mengusung dagangannya dari blok keblok kelas kuliah memanggilnya. Dengan gembira dia kembali, "nih satubuat kamu"sambil membawa dua bungkus tahu isi, "dikasih si Ibu" lanjutnya sambil tersenyum kepada si Ibu yang juga tersenyum dengan bahagia. Belum lagi, minggu yang lalu dia sukses memindahkan sepiring sate dosen ke tangannya. Aku berusaha sekuat tenaga menyibak kekuatan yang
dimilikinya. Sobatku itu seorang yang sederhana, tidak kaya, tidak cantik, tidak terlalu berprestasi. Hanya satu kelebihannya yang tidak dimiliki orang lain. Ya..aku mulai menyadari. Kelebihan itu juga tidak ada padaku.
Dia sangat hobby menyapa orang lain yang berlanjut dengan obrolan. Anehnya, dia tidak pernah kehabisan bahan. Dari terminal sampai
Kampus, sang kernet seakan mendapat tambahan semangat ketika dia ajak ngobrol. Begitu juga wajah pedagang tebu ketika dia bertanya tentang keadaan isteri dan anak-anaknya. Aha ! aku juga baru tahu kenapa si ibu rela memberikan tahu cuma-cuma untuknya. Karena sifatnya yang ramah, dia tidak saja punya teman sesame fakultas,tapi juga dari fakultas lainnya. Merekalah yang "dipaksa"nyauntuk membeli dagangan si ibu.
Masih dengan rasa penasaran, kucoba bertanya kepada kernek bis yang selalu memberi gratisan kepadanya "ga rugi tuh ?". Sungguh terperanjat aku mendengar jawaban knek itu "Wah, ga sebanding mba dengan jajan yang selalu diberinya untukku". Aku tidak mencoba bertanya lebih jauh kepada pedagang air tebu, karena aku sudah menemukan jawabannya. Seperti kata seorang guru "Orang mendapatkan bukan dari apa yang dimintanya tapi dari apa yang diberikannya." Yah,sobatku melakukannya dengan tulus dan suka cita. Keramahtamahan dan kemuliaan budinya langsung dibalas Allah lewat kasih sayang hamba-hamba-Nya yang lain. Semuanya berawal dari sebuah sapaan. )***
Sumber: ManajemenQolbu.Com